Prosedure berperkara
- Apa yang harus dipersiapkan ketika akan berperkara perdata ke pengadilan?
Bagi orang yang akan berperkara di pengadilan dan belum mengerti tentang cara membuat surat permohonan/gugatan (tentang posita dan petitum), dan jumlah uang muka (panjar) biaya perkara yang harus dibayar, dianjurkan lebih dulu minta petunjuk ke kepaniteraan pengadilan dengan membawa KTP dan Surat Nikah dan/atau surat-surat lainnya yang terkait yang telah difotocopy.
Besaran jumlah uang muka (panjar) biaya perkara yang harus dibayar tergantung dengan banyaknya pihak-pihak yang terkait dengan perkara tersebut. Permohonan/gugatan baru didaftar di kepaniteraan setelah Penggugat membayar uang muka (panjar) biaya perkara, yang besarnya telah ditentukan oleh Ketua Pengadilan Agama Dompu.
Untuk perkara bidang perkawinan, biaya perkara menjadi beban/tanggungan pihak yang mengajukan permohonan/gugatan. Sedangkan untuk perkara selain bidang perkawinan, biaya perkara menjadi beban/tanggungan pihak yang dikalahkan.
Bagi pemohon/penggugat yang tidak mampu, harus membawa Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/Lurah yang dilegalisir oleh Camat, dan ia dibebaskan dari membayar biaya perkara.
Bagi yang buta huruf, bisa dengan permohonan lisan yang disampaikan langsung kepada Ketua Pengadilan atau Hakim yang ditunjuk;
- Bagaimana prosedur berperkara di pengadilan Agama Dompu?
Di bawah ini secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
Cerai Talakadalah permohonan (bermakna = gugatan) yang diajukan oleh suami yang akan menceraikan istrinya.
Cerai Gugatadalah gugatan yang diajukan oleh istri yang menggugat cerai terhadap suaminya.
Pembatalan Nikahadalah permohonan yang diajukan oleh pihak istri, suami, keluarga dalam garis lurus ke atas suami atau istri, dan pejabat yang berwenang/pejabat tertentu untuk membatalkan suatu pernikahan yang telah tercatat dengan resmi.
Izin Poligamiadalah permohonan izin untuk beristri lebih dari seorang yang diajukan oleh suami.
Dispensasi Kawinadalah untuk perkawinan yang calon mempelai laki-laki atau perempuannya masih dibawah umur dan belum diperbolehkan untuk menikah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Izin Kawin Untuk perkawinan yang calon suami atau calon istri belum berumur 21 tahun dan tidak mendapat Izin dari orangtuanya.
Wali AdholUntuk perkawinan yang wali nasabnya dari calon istri menolak/enggan menjadi wali nikah.
Pengesahan Nikah (Itsbat Nikah) Permohonan agar akad nikah yang pernah dilaksanakan dimasa lalu, ditetapkan sah, karena tidak adanya bukti otentik pernikahannya.
TINGKAT PERTAMA
A.CERAI TALAK
1. |
Langkah yang harus dilakukan Pemohon (suami/kuasanya): |
|
- |
Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 66 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Pemohon dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat permohonan (pasal 119 HIR 143 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
2. |
Surat permohonan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Termohon telah menjawab surat permohonan tersebut harus atas persetujuan Termohon. |
|
3. |
Permohonan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah: |
|
- |
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Termohon (pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Bila Termohon meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Pemohon, maka permohonan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Bila Termohon berkediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Pemohon (pasal 66 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Bila Pemohon dan Termohon bertempat kediaman di luar negeri, maka permohonan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Pekalongan (pasal 66 ayat (4) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
4. |
Permohonan tersebut memuat: |
|
- |
Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Pemohon dan Termohon. |
|
- |
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum). |
|
- |
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita). |
|
5. |
Permohonan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan permohonan cerai talak atau sesudah ikrar talak diucapkan (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
6. |
Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg). |
B.CERAI GUGAT
1. |
Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya): |
|
- |
Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 73 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Penggugat dianjurkan untuk meminta petunjuk kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah tentang tata cara membuat surat gugatan (pasal 118 HIR 142 Rbg jo pasal 58 UU nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Surat gugatan dapat dirubah sepanjang tidak mengubah posita dan petitum. Jika Tergugat telah menjawab surat gugatan tersebut harus atas persetujuan Tergugat. |
|
2. |
Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah: |
|
- |
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat (pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Bila Penggugat meninggalkan tempat kediaman yang telah disepakati bersama tanpa izin Tergugat, maka gugatan harus diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 32 ayat (2) UU no 1 tahun 1974 jo pasal 73 ayat (1) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Bila Penggugat berkediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat (pasal 73 ayat (2) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
- |
Bila Penggugat dan Tergugat bertempat kediaman di luar negeri, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat dilangsungkan pernikahan atau kepada Pengadilan Agama Pekalongan (pasal 73 ayat (3) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
3. |
Gugatan tersebut memuat: |
|
- |
Nama, umur, pekerjaan, agama, dan tempat kediaman Penggugat dan Tergugat. |
|
- |
Posita (fakta kejadian dan fakta hukum). |
|
- |
Petitum (hal-hal yang dituntut berdasarkan posita). |
|
4. |
Gugatan soal penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri dan harta bersama, dapat diajukan bersama-sama dengan gugatan atau sesudah putusan perceraian memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 66 ayat (5) UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). |
|
5. |
Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg). |
|
6. |
Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri persidangan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah. |
C.GUGATAN LAINNYA
1. |
Langkah yang harus dilakukan Penggugat (istri/kuasanya): |
||
- |
Mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 118 HIR 142 Rbg). |
||
- |
Gugatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah: |
||
a. |
Yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Tergugat. |
||
b. |
Bila tempat kediaman Tergugat tidak diketahui, maka gugatan diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariahyang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat. |
||
c. |
Bila mengenai benda tetap, maka gugatan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah yang daerah hukumnya meliputi tempat letak benda tersebut. Bila benda tetap tersebut terletak dalam wilayah beberapa Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah, maka gugatan dapat diajukan kepada salah satu Pengadilan Agama/Mahkamah Syariahyang dipilih oleh Penggugat (pasal 118 HIR, 142 Rbg). |
||
2. |
Membayar biaya perkara (pasal 121 ayat (4) HIR, 145 ayat (4) Rbg jo pasal 89 UU no 7 tahun 1989 yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006). Bagi yang tidak mampu, dapat berperkara secara cuma-cuma/prodeo (pasal 237 HIR, 273 Rbg). |
||
3. |
Penggugat dan Tergugat atau kuasanya menghadiri sidang pemeriksaan berdasarkan panggilan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah (pasal 121, 124 dan 125 HIR, 145 Rbg). |
D.GUGATAN SEDERHANA
1.1 sumber: hukumonline.com
Gugatan Sederhana atau Small Claim Court adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana. Perbedaan gugatan sederhana dengan gugatan pada umumnya adalah nilai kerugian materiil yang lebih khusus ditentukan pada gugatan sederhana, yakni maksimal Rp 500 juta. Sedangkan pada gugatan pada perkara perdata biasa, nilai kerugian materiil tidak dibatasi besarnya. Di samping itu, gugatan sederhana ini diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal dalam lingkup kewenangan peradilan umum.
Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana diterbitkan bertujuan untuk mempercepat proses penyelesaian perkara sesuai asas peradilan sederhana, cepat, biaya ringan. Terbitnya Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini juga salah satu cara mengurangi volume perkara di Mahkamah Agung dan sebagai perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2015, serta diadopsi dari sistem peradilan small claim court yang salah satunya diterapkan di London, Inggris.
Gugatan sederhana diajukan terhadap perkara:
- cidera janji dan/atau
- perbuatan melawan hukum
dengan nilai gugatan materil paling banyak Rp 500 juta.
Perkara yang tidak termasuk dalam gugatan sederhana adalah:
- perkara yang penyelesaian sengketanya dilakukan melalui pengadilan khusus sebagaimana diatur di dalam peraturan perundang-undangan; atau
- sengketa hak atas tanah.
Syarat gugatan sederhana berdasarkan Pasal 4 Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 adalah sebagai berikut:
-
- Para pihak dalam gugatan sederhana terdiri dari penggugat dan tergugat yang masing-masing tidak boleh lebih dari satu, kecuali memiliki kepentingan hukum yang sama.
- Terhadap tergugat yang tidak diketahui tempat tinggalnya, tidak dapat diajukan gugatan sederhana.
- Penggugat dan tergugat dalam gugatan sederhana berdomisili di daerah hukum Pengadilan yang sama.
3a. Dalam hal penggugat berada di luar wilayah hukum tempat tinggal atau domisili tergugat, penggugat dalam mengajukan gugatan menunjuk kuasa, kuasa insidentil, atau wakil yang beralamat di wilayah hukum atau domisili tergugat dengan surat tugas dari institusi penggugat
4. Penggugat dan tergugat wajib menghadiri secara langsung setiap persidangan dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum, kuasa insidentil, atau wakil dengan surat tugas dari institusi penggugat.
Perkara Gugatan Sederhana tidak wajib diwakili kuasa hukum atau advokat seperti halnya dalam perkara gugatan perdata biasa, namun, para pihak (penggugat dan tergugat) dengan atau tanpa kuasa hukum wajib hadir langsung ke persidangan. Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 ini tidak melarang menggunakan jasa advokat sebagaimana terdapat dalam Pasal 4 ayat (4) “dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum”. Hal ini didasari pertimbbangan nilai gugatan yang dikhawatirkan tidak sebanding dengan biaya kuasa hukum itu sendiri.
Tahapan penyelesaian gugatan sederhana:
Gugatan sederhana diperiksa dan diputus oleh Hakim tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan. Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama. Tahapan penyelesaian gugatan sederhana meliputi:
- pendaftaran;
- pemeriksaan kelengkapan gugatan sederhana;
- penetapan Hakim dan penunjukan panitera pengganti;
- pemeriksaan pendahuluan;
- penetapan hari sidang dan pemanggilan para pihak;
- pemeriksaan sidang dan perdamaian;
- pembuktian; dan
- putusan
1.2 Alur Gugatan Sederhana
Merujuk pada isi Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019, maka Pemeriksaan Pendahuluan menjadi tahapan paling krusial karena di tahap ini, hakim berwenang menilai dan kemudian menentukan apakah perkara tersebut adalah gugatan sederhana. Di dalam Pemeriksaan Pendahuluan, apabila dalam pemeriksaan Hakim berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk dalam gugatan sederhana, maka Hakim mengeluarkan penetapan yang menyatakan bahwa gugatan bukan gugatan sederhana, mencoret dari register perkara dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara kepada penggugat.
Terkait putusan akhir gugatan sederhana, para pihak dapat mengajukan keberatan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan. Keberatan ini diputus majelis hakim sebagai putusan akhir, sehingga tidak tersedia upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan kembali. Disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2019 bahwa hakim wajib untuk berperan aktif dalam:
- memberikan penjelasan mengenai acara gugatan sederhana secara berimbang kepada para pihak;
- mengupayakan penyelesaian perkara secara damai termasuk menyarankan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian di luar persidangan;
- menuntun para pihak dalam pembuktian; dan
- menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh para pihak.
Buku Saku Gugatan Sederhana |
|
Formulir Gugatan Sederhana |
|
Peraturan Gugatan Sederhana |
BERPERKARA SECARA ELEKTRONIK (E-COURT)
APA ITU e-COURT ????
Pengertian
Adalah layanan bagi Pengguna Terdaftar untuk Pendaftaran Perkara Secara Online, Mendapatkan Taksiran Panjar Biaya Perkara secara online, Pembayaran secara online, Pemanggilan yang dilakukan dengan saluran elektronik, dan Persidangan yang dilakukan secara Elektronik.
- e-Filing (Pendaftaran Perkara Online di Pengadilan)
- e-Payment (Pembayaran Panjar Biaya Perkara Online)
- e-Summons (Pemanggilan Pihak secara online)
- e-Litigation (Persidangan secara online)
Layanan
Dalam hal pendaftaran perkara Online, saat ini dikhususkan untuk Advokat. Pengguna terdaftar harus setelah mendaftar dan mendapatkan Akun, harus melalui mekanisme validasi Advokat oleh Pengadilan Tinggi tempat dimana Advokat disumpah, sedangkan pendaftaran dari Perseorangan atau Badan Hukum akan diatur lebih lanjut. Layanan dan Penjelasan singkat Pendaftaran Perkara Online
Pengguna Terdaftar dan Pengguna Lainnya
Advokat selaku Pengguna Terdaftar dan Para Pencari Keadilan (Non-Advokat) selaku Pengguna Lainnya yang sudah terdaftar dapat beracara di seluruh Pengadilan yang sudah aktif dalam pemilihan saat mau mendaftar perkara baru.
Pendaftaran Perkara (e-Filing)
Pendaftaran perkara online dilakukan setelah terdaftar sebagai pengguna terdaftar dengan memilih Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama, atau Pengadilan TUN yang sudah aktif melakukan pelayanan e-Court. Semua berkas pendaftaran dikirim secara elektronik melalui aplikasi e-Court Makamah Agung RI.
Taksiran Panjar Biaya (e-Skum)
Dengan melakukan pendaftaran perkara online melalui e-Court, Pendaftar akan secara otomatis mendapatkan Taksiran Panjar Biaya (e-SKUM) dan Nomor Pembayaran (Virtual Account) yang dapat dibayarkan melalui saluran elektronik (Multi Channel) yang tersedia
Setelah Pendaftar melakukan pembayaran sesuai Taksiran Panjar Biaya (e-Skum), Pengadilan memberikan Nomor Perkara pada hari dan jam kerja, kemudian aplikasi e-Court akan memberikan notifikasi/pemberitahuan bahwa perkara sudah terdaftar di Pengadilan
Pemanggilan Pihak secara online (e-Summon)
Panggilan sidang dan Pemberitahuan Putusan disampaikan kepada para pihak melalui saluran elektronik ke alamat email para pihak serta informasi panggilan tersebut bisa dilihat pada aplikasi e-Court.
Persidangan secara Elektronik (e-Litigasi)
Aplikasi mendukung dalam hal persidangan secara elektronik (online) sehingga dapat dilakukan pengiriman dokumen persidangan seperti Replik, Duplik, Jawaban dan Kesimpulan secara elektronik.
Salinan Putusan secara Elektronik (e-Salinan)
Aplikasi memuat informasi putusan yaitu tanggal putusan, amar putusan, tanggal minutasi dan salinan putusan elektronik dapat diunduh melalui aplikasi ini.
Tanda Tangan Elektronik (e-Sign)
Penandatanganan berkas Salinan Putusan Elektronik.
e-Signature
Untuk kelancaran dalam mendukung program e-Court Mahkamah Agung RI bekerja sama dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) melalui Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE) yang merupakan lembaga pemerintah yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang keamanan siber dan persandian sebagai sarana pengamanan legalitas dokumen perkara.
e-Payment
Untuk kelancaran dalam mendukung program e-Court Mahkamah Agung RI bekerja sama dengan Bank Pemerintah dalam hal manajemen Pembayaran Biaya Panjar Perkara . Dalam Hal ini Bank yang telah ditunjuk menyediakan Virtual Account (Nomor Pembayaran) sebagai sarana pembayaran kepada Pengadilan tempat mendaftar perkara.
VERZET
Verzet adalah Perlawanan Tergugat atas Putusan yang dijatuhkan secara Verstek. |
||
Tenggang Waktu untuk mengajukan Verzet/Perlawanan : |
||
1. |
Dalam waktu 14 hari setelah putusan diberitahukan (Pasal 129 (2) HIR). |
|
2. |
Sampai hari ke 8 setelah teguran seperti dimaksud Pasal 196 HIR; apabila yang ditegur itu datang menghadap. |
|
3. |
Kalau tidak datang waktu ditegur sampai hari ke 8 setelah eksekutarial (pasal 129 HIR). (Retno Wulan SH. hal 26). |
|
Perlawanan terhadap Verstek, bukan perkara baru |
||
Perlawanan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan semula. Oleh karena itu, perlawanan bukan gugatan atau perkara baru, tetapi tiada lain merupakan bantahan yang ditujukan kepada ketidakbenaran dalil gugatan, dengan alasan putusan verstek yang dijatuhkan, keliru dan tidak benar. Putusan MA No. 494K/Pdt/1983 mengatakan dalam proses verzet atas verstek, pelawan tetap berkedudukan sebagai tergugat dan terlawan sebagai Penggugat (Yahya Harahap, Hukum acara Perdata, hal. 407). |
||
Pemeriksaan Perlawanan (Verzet) |
||
A. |
Pemeriksaan berdasarkan gugatan semula. |
|
Dalam Putusan MA No. 938K/Pdt/1986, terdapat pertimbangan sebagai berikut: |
||
- |
Substansi verzet terhadap putusan verstek, harus ditujukan kepada isi pertimbangan putusan dan dalil gugatan terlawan/penggugat asal. |
|
- |
Verzet yang hanya mempermasalahkan alasan ketidakhadiran pelawan/tergugat asal menghadiri persidangan, tidak relevan, karena forum untuk memperdebatkan masalah itu sudah dilampaui. |
|
Putusan verzet yang hanya mempertimbangkan masalah sah atau tidak ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan sidang adalah keliru. Sekiranya pelawan hanya mengajukan alasan verzet tentang masalah keabsahan atas ketidakhadiran tergugat memenuhi panggilan, Pengadilan yang memeriksa verzet harus memeriksa kembali gugatan semula, karena dengan adanya verzet, putusan verstek mentah kembali, dan perkara harus diperiksa sejak semula. |
||
B. |
Surat Perlawanan sebagai jawaban tergugat terhadap dalil gugatan. |
|
Berdasarkan Pasal 129 ayat (3) HIR, perlawanan diajukan dan diperiksa dengan acara biasa yang berlaku untuk acara perdata. Dengan begitu, kedudukan pelawan sama dengan tergugat. Berarti surat perlawanan yang diajukan dan disampaikan kepada PA, pada hakikatnya sama dengan surat jawaban yang digariskan Pasal 121 ayat (2) HIR. Kualitas surat perlawanan sebagai jawaban dalam proses verzet dianggap sebagai jawaban pada sidang pertama. (Yahya Harahap,Hukum acara Perdata, hal 409-410). |
TINGKAT BANDING
Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon banding : |
|||
1. |
Permohonan banding harus disampaikan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah dalam tenggang waktu: |
||
a. |
14 (empat belas) hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengucapan putusan, pengumuman/pemberitahuan putusan kepada yang berkepentingan; |
||
b. |
30 (tiga puluh) hari bagi Pemohon yang tidak bertempat di kediaman di wilayah hukum pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memutus perkara tingkat pertama. (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947). |
||
2. |
Membayar biaya perkara banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947, Pasal 89 UU No. 7 Tahun 1989). |
||
3. |
Panitera memberitahukan adanya permohonan banding (Pasal 7 UU No. 20 Tahun 1947) |
||
4. |
Pemohon banding dapat mengajukan memori banding dan Termohon banding dapat mengajukan kontra memori banding (Pasal 11 ayat (3) UU No. 20 Tahun 1947) |
||
5. |
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah permohonan diberitahukan kepada pihak lawan, panitera memberi kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melihat surat-surat berkas perkara di kantor pengadilan agama/mahkamah syar’iah (Pasal 11 ayat (1) UU No. 20 Tahun 1947). |
||
6. |
Berkas perkara banding dikirim ke pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi oleh pengadilan agama/mahkamah syar’iah selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterima perkara banding. |
||
7. |
Salinan putusan banding dikirim oleh pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi ke pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memeriksa perkara pada tingkat pertama untuk disampaikan kepada para pihak. |
||
8. |
Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan kepada para pihak. |
||
9. |
Setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka panitera: |
||
a. |
Untuk perkara cerai talak: |
||
1) |
Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon. |
||
2) |
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari. |
||
b. |
Untuk perkara cerai gugat: |
||
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari. |
TINGKAT KASASI
Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Kasasi: |
|||
1. |
Mengajukan permohonan kasasi secara tertulis atau lisan melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sesudah penetapan/putusan pengadilan tinggi agama/mahkamah syar’iah provinsi diberitahukan kepada Pemohon (Pasal 46 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
||
2. |
Membayar biaya perkara kasasi (Pasal 46 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
||
3. |
Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan secara tertulis kepada pihak lawan, selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari setelah permohonan kasasi terdaftar. |
||
4. |
Pemohon kasasi wajib menyampaikan memori kasasi dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonannya didaftar (Pasal 47 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
||
5. |
Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori kasasi kepada pihak lawan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi (Pasal 47 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
||
6. |
Pihak lawan dapat mengajukan surat jawaban terhadap memori kasasi kepada Mahkamah Agung selambat- lambatnya dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi (Pasal 47 ayat (3) UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
||
7. |
Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas kasasi kepada Mahkamah Agung selambat- lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya memori kasasi dan jawaban memori kasasi (Pasal 48 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004). |
||
8. |
Panitera Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah untuk selanjutnya disampaikan kepada para pihak. |
||
9. |
Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera: |
||
a. |
Untuk perkara cerai talak: |
||
1) |
Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil kedua belah pihak. |
||
2) |
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari. |
||
b. |
Untuk perkara cerai gugat: |
||
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari. |
PENINJAUAN KEMBALI
Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon Peninjauan Kembali (PK) : |
|||
1. |
Mengajukan permohonan PK kepada Mahkamah Agung secara tertulis atau lisan melalui pengadilan agama/mahkamah syar’iah. |
||
2. |
Pengajuan PK dalam tenggang waktu 180 hari sesudah penetapan/putusan pengadilan mempunyai kekuatan hukum tetap atau sejak diketemukan bukti adanya kebohongan/bukti baru, dan bila alasan Pemohon PK berdasarkan bukti baru (Novum), maka bukti baru tersebut dinyatakan di bawah sumpah dan disyahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 69 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004) |
||
3. |
Membayar biaya perkara PK (Pasal 70 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 45 Tahun 2004, Pasal 89 dan 90 UU No. 7 Tahun 1989). |
||
4. |
Panitera pengadilan tingkat pertama memberitahukan dan menyampaikan salinan memori PK kepada pihak lawan dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari. |
||
5. |
Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap memori PK dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya salinan permohonan PK. |
||
6. |
Panitera pengadilan tingkat pertama mengirimkan berkas PK ke MA selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. |
||
7. |
Panitera MA menyampaikan salinan putusan PK kepada pengadilan agama/mahkamah syar’iah. |
||
8. |
Pengadilan agama/mahkamah syar’iah menyampaikan salinan putusan PK kepada para pihak selambat-lambatnya dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. |
||
9. |
Setelah putusan disampaikan kepada para pihak maka panitera: |
||
a. |
Untuk perkara cerai talak: |
||
1) |
Memberitahukan tentang Penetapan Hari Sidang penyaksian ikrar talak dengan memanggil Pemohon dan Termohon. |
||
2) |
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari. |
||
b. |
Untuk perkara cerai gugat : |
||
Memberikan Akta Cerai sebagai surat bukti cerai selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari. |